JATUH CINTA KEPADA NON MUSLIM
§ Saya jatuh cinta pada perempuan non muslim dan saya berniat
untuk memutuskannya, namun terkadang ada rasa kebimbangan, kehampaan, dan
pesimis. Bagaimana agar hidup tetap optimis dan menjadi produktif?
· JAWAB:
- Kalau jatuh hati pada perempuan non muslim, maka
harus dilihat dari dua kategoris. Pertama, perempuan non
muslim ahli kitab, menurut para ulama adalah perempuan yang beragama kristen
dan yahudi.
Laki-laki muslim halal
nikah dengan perempuan ahli Kitab.
“(Dan dihalalkan
mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan
maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk
orang-orang merugi.”(QS. Al
Maidah/5: 5).
Disini menjadi tugas
berat bagi suami untuk mempertanggungjawabkannya dunia dan akhirat. Suami harus
bisa membimbing anak dan isterinya menjadi orang yang shaleh (beragama Islam).
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At tahrim/66: 6).
Sebaiknya laki-laki
muslim sebelum menikahi perempuan ahli kitab hendaklah dipikirkan secara matang
karena salah satu sumber kebahagiaan didalam rumah tangga itu (QS Ar Rum/30/
30) adalah wanita yang shaleh yang menjalankan aturan Allah (karena agamanya).
“Perempuan dinikahi
karena empat perkara, karena cantiknya, atau karena keturunannya, atau karena
hartanya atau karena agamanya. Tetapi pilihlah yang beragama, agar selamatlah
dirimu.” (HR. Muslim).
Untuk membangun keluarga
yang harmonis syaratnya harus satu visi dan misi berjalan searah saling melengkapi
untuk sampai kepada satu muara yaitu menuju keluarga yang dicintai dan diridhai
Allah Swt.
Andai isterinya tetap
beragama ahli kitab, maka dalam hukum pembagian warisan menjadi terputus. Jika
suaminya meninggal maka isteri tidak berhak mendapat warisan dan jika isterinya
meninggal, maka suami tidak berhak mendapatkan warisan.
“Dari Usamah bin Zaid
r.a., katanya Nabi saw bersabda: “Orang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir
dan orang kafir tidak boleh mewarisi orang muslim.”
(HR. Muslim).
Kategori kedua, yaitu laki-laki muslim haram menikah dengan perempuan musyrik yang
menurut para ulama adalah perempuan di luar Islam yang beragama selain yahudi
dan kristen.
“Dan janganlah kamu
nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak mu’min lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak
ke surga dan ampunan dengan izin Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat Nya
(perintah-perintah Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
(QS. Al Baqarah/2: 221).
Laki-laki muslim boleh
menikah dengan perempuan yang tadinya musyrik kemudian masuk Islam dengan penuh
kesadaran (keimanannya teruji).
“Hai orang –orang
yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui
tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan
orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada
(suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu
mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu
tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan
hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta
mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan Nya di
antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Mumtahanah/60: 10).
Apabila sesudah nikah,
isteri murtad kembali ke agama mereka, maka otomatis pernikahannya batal
“cerai/fasakh”_batal demi hukum_.
Dan sebaliknya, perempuan
beragama Islam haram menikah dengan ahli kitab dan orang musyrik dan dihalalkan
nikah dengan calon suami yang non muslim atau musyrik, apabila calon suaminya
masuk Islam terlebih dahulu. Jika setelah pernikahan, suami menjadi murtad
kembali ke agama asalnya yang bukan Islam, maka automatically pernikahannya batal
“cerai”/fasakh_batal demi hukum_ dan tidak berhak mendapat warisan jika
suaminya meninggal dan suami yang kafir tidak berhak mendapat warisan jika
isterinya yang beragama Islam meninggal.
Laki-laki muslim boleh
bersahabat dengan perempuan non muslim dan apabila sudah jatuh cinta dan hendak
menikahinya maka perlu ditaati aturan-aturaan yang sudah ditetapkan oleh Allah
dan Rasul Nya. Alangkah lebih baik jika mencari alternatif lain yaitu menikah
dengan perempuan yang shaleh yang taat menjalankan aturan Allah.
Adapun bila terjadi
kebimbangan, merasa pesimis, kehampaan, merasa bersalah ketika meninggalkan
atau ditinggalkan orang yang kita cintai adalah sesuatu yang wajar, dan sesuatu
yang harus dilewati dengan penuh kesabaran. Hadapilah kehidupan ini dengan realistis
karena itu adalah the real life, yang
harus dihadapi, dan tetap optimis, carilah aktivitas yang berguna dan
produktif. Insya Allah dengan proses waktu, hati yang terluka akan mengalami
kesembuhan, juga kesedihan dan penderitaan akan terlupakan. Bukalah lembaran
hidup yang baru, isilah dengan aktivitas yang bermakna agar hidup terasakan
indah dan menyenangkan dengan berada pada on
the right track (ada pada jalan kebenaran).
§ Bagaimana kiat-kiat agar khusyu didalam melakukan shalat.
§ JAWAB:
- Kita akui bahwa sangat mudah untuk melakukan shalat
dalam bentuk ritual semata yang hampir seluruh orang bisa melakukannya. Yang
urgen adalah kualitas dari pelaksanaan shalat yaitu shalat yang bisa
membentengi dirinya dari perbuatan keji dan munkar. Perbuatan keji yaitu
perbuatan dosa yang melibatkan orang lain, tidak bisa dikerjakan sendirian
perlu ada lawan main seperti judi, zina, dll. Dan perbuatan yang munkar yaitu
menghindari perbuatan dosa yang tidak melibatkan orang lain.
“Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu yaitu al Kitab (al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar
keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
(QS. Al’Ankabut/ 29: 45).
Didalam Al Quran
terdapat banyak jumlah ayat tentang shalat yang digandengkan dengan zakat
diantaranya dalam Surat Al Baqarah/2: 43 “Dirikanlah shalat dan keluarkanlah
zakat”, ini menggambarkan bahwa zakat adalah sama pentingnya dengan shalat.
Shalat harus melahirkan jiwa syukur dalam bentuk kesadaran untuk mengeluarkan
zakat, infaq, sidqah, dll (jiwa sosial). Shalat adalah ibadah secara vertikal
yang terimplementasikan dengan ibadah secara horizontal (hablumminannas), bisa
mensejahterakan dan mendamaikan sekitar. Sebagaimana firman Allah Swt.,:
“(Yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan
mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah lah kembali segala
urusan.”
(QS. al Haj/22:
41).
Ada juga orang yang shalat tetapi tidak sampai kepada
substantif (shalat berkualitas) tetapi hanya sebatas formal saja, sekedar gerak
tanpa ada ruhnya. Shalat seperti ini adalah efek dari ketidak khusyuan dalam
arti tidak menjadikan shalatnya sebagai kebutuhannya, karena pikiran dan
perasaannya masih tergantung kepada sesuatu yang bersifat material.
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali.”
(QS. An Nisa/4: 142).
Untuk menghadirkan hati
didalam shalat yaitu dengan penghayatan yang mendalam/konsentrasi, berada dalam
situasi shalat yang tunduk patuh dan rendah diri menghadapkan wajah (ucapan,
pikiran, perasaan) kepada Allah, dengan penuh kekhusyuan, bersimpuh memohon
ampunan dan ridho Nya.
“Katakanlah
sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam.” (al An’am/6: 162).
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam
shalatnya.”(al Mu’minuun/23: 1-2)
Shalat khusyu adalah
sebagai media untuk mendapat pertolongan Allah Swt;
“Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat
kecuali bagi orang-orang yang khusyu, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada Nya.” (QS. Al Baqarah/2: 45-46).
Khusyu berdasarkan
ayat di atas, secara umum adalah yakin akan bertemu dengan Allah dan yakin akan
kembali kepada Nya, yakin akan ada hari pembalasan. Dimana setiap orang akan
dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukannya ketika di
dunia. Maka secara otomatis hidupnya tidak akan dilalaikan oleh duniawi, selalu
barhati-hati, mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dengan sabar_melalui
proses_sunnatullah. Karena takut akan siksa Allah jika melanggar aturan-aturan
Nya, maka akan menghindarkan diri dari perbuatan yang menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan keinginannya dengan cepat atau instan seperti; ingin cepat
kaya dengan jalan korupsi/mencuri, manipulasi, dll.
“Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati
Allah, dan (dari) mendirikan shalat dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut
kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An Nuur/24: 37).
Dalam melakukan
seluruh aktivitas harus berbasis kekhusyuan yaitu dengan berikhtiar semaksimal
mungkin menjalankan amanah sesuai kapasitas disiplin ilmu masing-masing dengan
bersungguh-sungguh disertai sabar/aktif dan selalu berdo’a dengan menjalankan
shalat yang khusyu, hidup berada dalam frame keridhoan Allah.
Adapun pengertian khusyu
secara khusus adalah khusyu didalam melakukan shalat dengan penuh penghayatan
(konsentrasi) yang melahirkan perasaan tenang, damai dan tentram dihati,
terekspresikan dalam sikap optimis dan percaya diri didalam menjalani
kehidupannya dan tetap berada dijalan kebenaran.
“Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha/20: 14)
“Dengan mengingat Allah
hati akan menjadi tentram.”
Siapapun atau propesi
apapun kita, diseluruh relung kehidupan harus berbasis kekhusyuan karena
semuanya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt.
Shalat adalah bentuk komunikasi
dengan Allah yang harus dilakukan dengan khusyu.
Adapun kiat-kiat agar
khusyu dalam menegakkan shalat adalah sebagai berikut:
- Dengan merindukanlah waktu datangnya shalat
(kerinduan ingin melakukan shalat, ingin segera berkomunikasi dan ingin akrab
(selalu dekat) dengan Allah.
- Dengan menjadikan shalat sebagai kebutuhan dan
pondasi hidup yang menjadi basic aplikatif; (hidup disiplin, tertib, terencana)
didalam meraih sukses, dalam konteks hidup semakin berkualitas dalam material,
spiritual dan intelektual.
- Paham terhadap apa yang dibaca/diucapkan ketika
shalat (zikir, takbir, tasbih, do’a) didalam shalat dan memahami bacaan kalam
Allah/surat yang biasa dibaca, minimal paham secara global maksud bacaan
didalam shalat.
- Memahami bahwa shalat yang didirikan adalah dalam
rangka beribadah dengan tunduk dan patuh/totally hanya kepada Allah, memenuhi
panggilan Allah dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Mengeleminir/meminimalisir hal-hal yang bisa
mengganggu konsentrasi shalat seperti tempat yang tenang, jauh dari kebisingan
dan kekacauan atau suara-suara gaduh, untuk menghindarkan baralihnya perhatian,
pendengaran dan penglihatan ketika shalat.
- Membatasi arah pandangan yaitu posisi shalatnya
dekat dinding atau dengan penghalang lain (sutrah/pembatas), dan pandangan
diarahkan ke tempat sujud.
“Jika seorang
diantara kalian shalat maka jadikan sesuatu sebagai batas didepannya. Jika
tidak terdapat sesuatu itu maka gantilah dengan tongkat, apbila tidak ada
tongkat dicukupkan dengan membuat garis dan tidak memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk berlalu dihadapannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).
- Hendaklah makan terlebih dahulu jika terasa lapar
sebelum melakukan shalat. Dan jangan menahan buang air kecil atau besar atau
buang gas ketika melakukan shalat.
“Jangan sekali-kali
kamu melakukan shalat (sambil) menunda hidangan yang telah tersedia atau
menahan buang air besar/kecil untuk sesaat.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).
Ada faktor-faktor eksternal dan internal yang bisa
mengganggu konsentrasi shalat. Alangkah lebih baik jika ada ruangan khusus yang
bersih, suci dan tenang untuk shalat di rumah, singkirkan benda-benda yang akan
mengalihkan perhatian dari shalat.
Ketika akan melakukan
shalat hendaklah berwudhu dengan tertib, niatkan dengan tulus ikhlas karena
Allah semata bukan untuk riya atau pamer tetapi dalam rangka mengabdi hanya
kepada Allah, ingin selalu berada didekat Nya, selalu ingat kepada Nya sehingga
merasakan Allah selalu hadir didalam kehidupannya (jiwa ihsan).
“Mengabdi kepada
Allah seolah-olah kamu melihat Nya maka jika kamu tidak melihat Nya ketahuilah
bahwa Allah melihatmu”.
“Peliharalah segala
shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam
Shalatmu) dengan khusyu.”(al
Baqarah/2: 238).
sumber: nuryanahsmkn7.blogdetik.com